Sukses

Belajar Terlalu Keras Demi Ujian, Bocah Ini Alami Radang Otak Parah

Bocah 13 tahun alami radang otak parah setelah terlalu keras belajar.

Liputan6.com, Jakarta Ada banyak orang tua maupun guru yang menganjurkan anaknya agar rajin belajar. Terlebih lagi saat mendekati ujian akhir. Hampir setiap anak yang duduk di bangku sekolah diharapkan untuk sering belajar.

Meski rajin merupakan kebiasaan yang sangat baik, namun terlalu belajar keras ternyata berdampak negatif. Terlebih lagi jika terlalu memaksakan kondisi fisik hingga terjaga di malam hari.

Kebiasaan belajar keras di malam hari sata ujian akhir kerap kali dilakukan. Namun kebiasaan ini ternyata berdampak sangat fatal. Seperti yang dialami oleh bocah berusia 13 tahun di Tiongkok ini.

Menjelang ujian akhir, bocah laki-laki tersebut justru terbaring tak berdaya di atas kasur rumah sakit. Ia divonis mengidap radang otak parah oleh pihak medis. Setelah diperiksa ternyata kebiasaan belajar terlalu kerasnya pada malam hari memengaruhi kerusakan pada otaknya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Belajar Terlalu Keras

Dilansir dari World of Buzz oleh Liputan6.com, Rabu (8/1/2020) bocah laki-laki berusia 13 tahun itu divonis menderita radang otak parah setelah belajar yang terlalu intens selama beberapa malam terakhir.

Bocah yang tinggal di Kota Hengyang, Provinsi Hunan ini telah menghabiskan 8 malam untuk mengerjakan delapan set makalah untuk ujian akhir. Ia belajar tanpa berhenti untuk beristirahat.

Pihak keluarga mengatakan jika bocah itu terus belajar karena merasa tertekan dengan ujian akhir yang akan ia hadapi. Setiap pagi, orangtuanya mendapati anaknya "bertingkah aneh" dan terus berteriak.

Akibat merasa aneh pada anaknya dan khawatir, orang tua bocah itu membawanya ke Rumah Sakit. Setelah mengunjungi dokter, bocah itu didiagnosa dengan anti-NMDA receptor encephalitis yang parah.

3 dari 3 halaman

Memicu Stres yang berdampak Autoimun dan Delusi

Berdasarkan Harvard Health, penyakit tersebut merupakan sejenis dengan peradangan otak yang menghasilkan autoimun. Kondisi bocah itu secara tak sadar menghasilkan antibodi yang justru menyerang sel-sel sehat pada otaknya.

Sebuah studi juga menjelaskan jika kondisi tersebut bisa disebabkan oleh infeksi simana adanya stres yang berat. Mereka yang didiagnosa dengan penyakit ini biasanya akan mengalami gejala seperti demam, kelelahan dan delusi atau melihat serta mendengar hal-hal yang tidak ada (halusinasi).

Para ahli medis mengatakan jika kondisi tersebut biasnay amenyerang pada orang yang bekerja terlalu keras. Maka dari itu, pihak dokter meminta untuk mengatur waktu istirahat.

Belajar dengan waktu sewajarnya dan beristirahat dengan cukup. Serta mengonsumsi buah serta sayur sehingga otak menerima nutrisi yang dibutuhkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.