Sukses

Alergi Terhadap Sentuhan, Gadis Ini Justru Jadikan Kulitnya Sebagai Karya Seni

Penyakit yang dideritanya itu justru ia jadikan sebagai jalan untuk berkarya.

Liputan6.com, Jakarta Karya seni memang dapat dituangkan dalam berbagai media. Seperti media kanvas, batu, kayu, media digital dan lain sebagainya. Dengan berbagai media tersebut, seorang pelaku seni dapat mengekspresikan berbagai ide, kreativitas hingga perasaannya dalam sebuah bentuk karya.

Namun sebenarnya karya seni tidak hanya dapat dituangkan pada media yang itu-itu saja. Banyak seniman berinovasi dan mewujudkan karyanya pada media yang belum terpikirkan oleh orang lain. Seperti memanfaatkan kelainan pada kulit sebagai media seninya. Menggunakan kulit sebagai media seni memang sudah ada sejak lama, yakni seni tatto.

Tapi bagaimana jika karya seni di kulit diwujudkan karena sebuah kelainan? Tentu hal itu merupakan sesuatu yang unik dan langka. Seperti yang dilakukan oleh seorang gadis bernama Emma Aldenryd dari Denmark ini. Gadis berusia 18 tahun tersebut menderita kelainan kulit yang disebut dengan dermatographia. Di mana penyakit ini dapat menyebabkan kulitnya membengkak saat disentuh.

Namun penyakit yang dideritanya itu justru ia jadikan sebagai jalan untuk berkarya. Emma menggunakan kulitnya sendiri sebagai kanvas untuk membuat sketsa yang lucu dan unik. Gadis kreatif ini menjalankan pensil di atas kulitnya, yang menyebabkan terbentuknya garis serta pola dari bengkak dan warna memerah pada kulitnya.

Sketsa yang ia buat pada kulitnya hanya bertahan sementara dan akan memudar setelah sekitar 30 menit. Emma mengabadikan karya sketsanya itu dengan cara memotret dan membagikannya di media sosial Instagram. Alhasil karyanya yang unik tersebut mendapat berbagai tanggapan dari warganet.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menggunakan Penyakit Kulitnya Sebagai Karya Seni

View this post on Instagram

#dermatographia #skinwriting #hi

A post shared by Dermatographia (@dermatographia_) on

Emma mengetahui dirinya menderita dermatographia tiga tahun lalu, setelah seorang teman memperhatikan bahwa lengannya menjadi merah dan bengkak. Alih-alih menyembunyikan kondisi kulitnya, Emma justru memutuskan untuk menerima dan menggunakan tubuhnya sendiri sebagai media artistik.

“Saya mulai dengan menggambar hal-hal yang cukup acak seperti sekumpulan kata yang terlintas di benak saya. Orang-orang yang saya tunjukkan sangat terkesan, terutama setelah mereka mencoba melakukan hal yang sama pada kulit mereka sendiri tetapi tidak dapat melakukannya,” ungkap Emma seperti dikutip oleh Liputan6.com dari Oddity Central, Jumat (28/8/2020).

Selain itu, banyak orang yang mengira bahwa apa yang dialami Emma itu menyakitkan. Padahal Gadis tersebut tidak merasakan sakit sama sekali pada kulitnya.

"Banyak orang mempertanyakan apakah itu sakit, tapi dermatografiku tidak pernah sakit. Saya mendapatkan beberapa reaksi dan beberapa orang mengira saya sedang sekarat," jelas Emma.

Meski tidak merasakan sakit, Emma mengaku dirinya merasa gatal-gatal pada kulit akibat dermatographia yang dideritanya. Namun ia merasa Kondisi kulit langka tersebut tidak berdampak negatif bagi kehidupannya. Dokter memberi resep obat antihistamin untuk mengurangi rasa gatal, tetapi ini juga dapat mengurangi gejala lainnya.

Obat tersebut dapat mengurangi bengkak sehingga ia tidak dapat menggambar sketsa pada kulitnya lagi. Oleh sebab itu Emma memutuskan untuk berhenti meminum obatnya dan tetap berkarya dengan sketsa-sketsanya yang unik dan lucu itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.