Sukses

Ilmuwan Sebut COVID-19 Bukan Lagi Pandemi Tapi Sindemi, Apa Bedanya?

Beberapa ahli menyebut jika COVID-19 sudah tak lagi disebut sebagai pandemi melainkan sindemi.

Liputan6.com, Jakarta Virus corona atau COVID-19 mulai muncul pada akhir 2019 lalu tepatnya di Wuhan, China. Sejak saat itu, virus yang disebut dibawa oleh kelelawar ini telah menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Jumlah korban yang terus bertambah serta penyebaran wilayah yang cukup luas membuat virus Corona ini disebut sebagai pandemi. Namun, baru-baru ini beberapa ilmuwan dunia menyebut jika COVID-19 sudah bukan lagi sebagai pandemi melainkan sindemi. Istilah baru ini pun langsung menjadi sorotan dunia.

Sebelumnya, COVID-19 disebut sebagai pandemi karena virus ini mampu memengaruhi berbagai belahan dunia dalam waktu bersamaan dan cukup singkat. Namun, kini karena dampak yang ditimbulkan oleh virus corona semakin besar dan luas, beberapa ahli menyebut jika COVID-19 telah berubah menjadi sindemi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Apa Beda Pandemi dan Sindemi?

Dilansir Liputan6.com dari jurnal ilmiah The Lancet, Richard Horton selaku pemimpin redaksi jurnal ilmiah The LAncet mengungkapkan jika kini virus corona tak lagi dianggap sebagai pandemi, akan tetapi sindemi. Lantas, apa perbedaan pandemi dan sindemi tersebut?

Pandemi sendiri ialah wabah penyakit yang terjadi secara luas di berbagai belahan dunia. Dimana penyakit ini sudah menjadi sebuah masalah bersama bagi seluruh warga. Contoh dari wabah atau penyakit tersebut ialah HIV/AIDS, serta COVID-19. Bahkan, influenza yang terlihat cukup ringan juga dikategorikan sebagai pandemi.

Sedangkan untuk sindemi sendiri adalah gabungan antara sinergi dan pandemi, dimana wabah yang ditimbulkan menimbulkan kerugian yang cukup banyak. Horton juga menyebutkan jika virus corona tau SARS-CoV-2 ini mampu bersinergi dengan penyakit tidak menular lainnya bahkan dalam sosial dan lingkungan.

Dengan kata lain, COVID-19 mampu berkembang dengan cukup cepat di tempat dengan populasi padat serta adanya ketimpangan sosial.

Ketimpangan sosial yang dimaksud ialah adanya perbedaan sosial menyerupai imunisasi yang minim, sanitasi yang tak baik hingga kekurangan gizi. Pasalnya, dari hal-hal tersebut penularan COVID-19 terjadi cukup cepat bahkan bisa meningkatkan angka kematian.

"Sindemi memiliki ciri yaitu dengan interaksi biologis dan sosial antara kondisi dan keadaan yanga da, interaksi tersebut bisa meningkatkan kerentanan seseorang terhadap bahaya atau memperburuk kesehatannya," ujar Horton.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini