Sukses

BPHTB Adalah Pungutan Atas Perolehan Hak Tanah dan Bangunan, Ini Penjelasannya

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah objek pajak yang dikenakan lantaran ada perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Liputan6.com, Jakarta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah objek pajak yang dikenakan lantaran ada perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pemindahan hak tersebut muncul akibat proses jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, serta pemekaran usaha atau hadiah.

BPHTB adalah salah satu jenis biaya provisi atau pajak jual beli yang harus dibayarkan saat seseorang membeli sebuah rumah. Besaran BPHTB adalah 5 persen dari harga beli dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Pada awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

Berikut ini penjelasan mengenai objek BPHTB, karakteristik, cara menghitung, syarat, dan cara membayarnya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (18/10/2021).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

Objek yang Dikenakan Tarif BPHTB

Pada dasarnya objek dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah setiap upaya pemindahan hak atau pemberian hak atas tanah dan bangunan. Objek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pemindahan Hak

1. Jual beli

2. Tukar menukar

3. Hibah

4. Hibah wasiat

5. Waris

6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain

7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

8. Penunjukan pembeli pada lelang

9. Pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap

10. Penggabungan usaha

11. Peleburan usaha

12. Pemekaran usaha

13. Hadiah

Pemberian Hak Baru

1. Kelanjutan pelepasan hak;

2. Di luar pelepasan hak

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini berlaku bagi kepemilikan dengan status Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Pengelolaan.

3 dari 9 halaman

Objek yang Tidak Dikenakan BPHTB

Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan BPHTB. Keenam pihak yang tidak dikenakan BPHTP adalah:

  1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar perlakuan timbal balik.
  2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
  3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan.
  4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
  5. Wakaf atau warisan.
  6. Digunakan kepentingan ibadah.
4 dari 9 halaman

Karakteristik BPHTB

Berikut ini ada beberapa karakteristik dari BPHTB adalah:

1. Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun objek pajak.

2. Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang.

3. Waktu pembayaran dapat dilakukan secara insidentil dan tidak terikat waktu.

5 dari 9 halaman

Cara Menghitung BPHTB

Rumus dalam menghitung tarif BPHTB adalah Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP). 

Besarnya NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda-beda, namun berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan besaran paling rendah sebesar Rp 60 juta untuk setiap wajib pajak. 

Akan tetapi, apabila perolehan hak berasal dari waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan paling rendah senilai Rp 300 juta.

Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.

Contoh menghitungnya :

Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut:

Luas = 1.000m2

NJOP = 1.000.000,-/meter

NJOPTKP adalah Rp80.000.000,- (DKI Jakarta)

Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp2.000.000,-/meter

Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 x 2.000.000,- = Rp2.000.000.000,-

Besarnya PPh dan BPHTB adalah sebagai berikut:

PPh = 5 % x NPOP

Besarnya PPh = 5 % x Rp2.000.000.000,- = Rp100.000.000,-

BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)

Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp2.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp96.000.000,-

6 dari 9 halaman

Tarif BPHTB

Menurut Perda No.18 Tahun 2010 Pasal 7 (1), besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB adalah dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Jika Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, maka besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP setelah dikurangi NPOPTKP.

Sementara itu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016, besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:

  1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 
7 dari 9 halaman

Ketentuan BPHTB

Untuk memenuhi unsur legalitas, proses pemindahtanganan hak atas tanah dan/atau bangunan dibantu oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/notaris. Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam memperoleh hak tersebut secara legal sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PDRD. Berikut ini ketentuannya, yaitu:

  1. Setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/notaris dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara dan kepala yang membidangi pertanahan juga hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
  3. Pembuatan akta atau risalah lelang akan dilaporkan kepada kepada kepala daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya. Adapun risalah lelang adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.
8 dari 9 halaman

Persyaratan BPHTB

Jika Anda melakukan jual beli, maka persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi adalah:

1. SSPD BPHTB.

2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.

3. Fotokopi KTP wajib pajak.

4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.

5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.

Jika Anda mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual beli waris, maka syarat BPHTB yang diperlukan sebagai berikut:

1. SSPD BPHTB.

2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.

3. Fotokopi KTP wajib pajak.

4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.

5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.

6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.

7. Fotokopi KK.

9 dari 9 halaman

Cara Membayar Pajak BPHTB Online

Bagi Anda yang ingin membayar pajak BPHTB secara online, berikut ini adalah beberapa cara membayar pajak BPHTB secara online, yaitu:

  1. Pembayar pajak login di https://pajakonline.jakarta.go.id/
  2. Pilih menu BPHTB.
  3. Pembayar pajak diwajibkan untuk mengisi Nomor Objek Pajak (NOP) PBB.
  4. Jika tidak ada tunggakan maka Anda bisa langsung mengisi Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB dan beberapa berkas lainnya. Kemudian berkas tersebut diunggah.
  5. Setelah diunggah, petugas akan mengecek kelengkapan berkas dan SSPD BPHTB jika sudah lengkap maka mereka akan mengirimkan kode bayar.
  6. Setelah mendapatkan kode bayar, wajib pajak kemudian membayar pajak BPHTB.
  7. Kemudian wajib pajak/PPAT mengunggah dokumen AJB yang sudah ditandatangani.
  8. Kemudian pembayar pajak mendapatkan One Time Password (OTP).
  9. Kemudian Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) akan menandatangani SSPD BPHTB.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.