Sukses

Hukum Tes Swab Antigen dan PCR saat Puasa, Membatalkan atau Tidak?

Tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tidak membatalkan.

Liputan6.com, Jakarta Apa hukum tes Swab Antigen dan PCR (Polymerase Chain Reaction) COVID-19 saat puasa? Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tidak membatalkan dan boleh.

Hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tersebut tertuang dalam Fatwa Nomor 23 tahun 2021 tentang Hukum Tes Swab untuk Deteksi COVID-19 saat Puasa. Mengapa bisa demikian?

Secara medis, tindakan tes Swab Antigen (dari hidung) dan tes Swab PCR (hidung dan tenggorokan) adalah sama-sama metode mengusap rongga nasofarings dan atau orofarings dengan menggunakan alat seperti kapas lidi khusus.

Metode Swab sesuai hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tersebut tidak membatalkan, karena hanya memasukkan alat ke lubang hidung dan tenggorokan tanpa memasukkan material seperti makanan atau zat nutrisi lainnya serta tidak menyebabkan luka.

Bagaimana dalilnya? Berikut Liputan6.com ulas hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa beserta dalilnya, Jumat (25/3/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hukum Tes Swab Antigen dan PCR saat Puasa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa. Hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tertuang dalam Fatwa Nomor 23 tahun 2021 tentang Hukum Tes Swab untuk Deteksi COVID-19 saat Puasa.

Hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa sesuai dengan fatwa MUI tidak membatalkan puasa. Ditegaskan, bahwa umat Islam yang sedang berpuasa diperbolehkan melakukan tes Swab Antigen dan PCR untuk deteksi COVID-19.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan, hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa boleh dilakukan serta tidak membatalkan puasa karena ini hanya bagian dari cara pengambilan sampel dahak, lendir, atau cairan dari nasofaring (bagian pada tenggorokan bagian atas yang terletak di belakang hidung dan di balik langit-langit rongga mulut) dan orofaring (bagian antara mulut dan tenggorokan).

 

Fatwa hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tersebut disimpulkan dari pertimbangan medis yang dipaparkan oleh dr. Andriani, M. Biomed dari Dept. Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran – Lab Jejaring Pemeriksaan Covid 19 Rumah Sakit Universitas Tanjungpura.

“Habitat Covid-19 adalah saluran pernafasan, maka Covid-19 dideteksi melalui belakang hidung (Nasofaring) atau mulut (orofaring),” paparnya.

Apa itu Swab Nasofaring dan Swab Orofaring yang membuat hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tidak membatalkan?

Memahami Swab Nasofaring dilakukan dengan memasukkan dacron atau rayon steril secara perlahan ke dalam hidung, dengan memastikan posisi swab pada septum bawah hidung, secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.

Kemudian Swab Nasofaring yang menjadikan hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tidak membatalkan adalah dilakukan dengan gerakan memutar secara perlahan hingga spesimen didapatkan dari kedua lubang hidung.

Sementara Swab Orofaring yang menjadikan hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tidak membatalkan puasa adalah dilakukan pada lokasi dinding mukosa orofaring (biasanya belakang faring) dan dihindarkan menyentuh bagian lidah.

Metode Swab sesuai hukum tes Swab Antigen dan PCR saat puasa tersebut tidak membatalkan, karena hanya memasukkan alat ke lubang hidung dan tenggorokan secara hati-hati tanpa memasukkan material seperti makanan, bukan makan, atau zat nutrisi lainnya serta tidak menyebabkan luka.

3 dari 4 halaman

Dalil Hukum Tes Swab Antigen dan PCR saat Puasa

1. Pendapat al-Mawardi dalam Kitab al-Iqna’ fi al-Fiqhi al-Syafi’i:

“Bab yang membatalkan puasa. Batalnya puasa seseorang karena sepuluh sebab, di antaranya adalah masuknya sesuatu ke dalam “jauf” baik bersifat nutrisi atau tidak.”

Di mana saja batasan al-Jauf?

2. Pendapat Imam al-Kasani dalam Kitab Bada’iu al-Shanai’u fi Tartib al-Syara’i (7/296):

“Jaifah adalah luka akibat tusukan yang sampai pada jauf. Adapun tempat-tempat yang jika ditusuk dapat melukai jauf adalah dada, punggung, dua tulang rusuk, daerah antara kemaluan dan dubur.

Hal seperti itu tidak terjadi, jika luka terdapat pada kedua tangan, kedua kaki, tidak pula pada leher dan tenggorokan, karena lukanya tidak sampai pada jauf.”

3. Penjelasan Abu Bakr bin Muhammad Syatha dalam Kitab I’anatu al-Thalibin (2/261):

“(dan tidak membatlkan puasa karena sampainya sesuatu ke dalam batang hidung) karena itu bagian luar hidung dan karena batang hidung adalah bagian dari rongga hidung (khaisyum). Dan semua bagian khaisyum adalah bagian luar dari hidung.

(sampai melewati ujung khaisyum) jika telah melewati bagian tersebut maka membatalkan puasa. Jika belum melewati batas tersebut maka tidak membatalkan puasa.”

4 dari 4 halaman

Hukum Vaksinasi COVID-19 saat Puasa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa. Hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa tertuang dalam Fatwa Nomor 13 tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi COVID-19 pada saat Puasa.

Hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa juga sejalan dengan Fatwa Nomor 4 tahun 2016 tentang Imunisasi yang sudah pernah diterbitkan oleh Komisi Fatwa MUI Pusat. Lalu bagaimana penjelasan hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa?

Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh menjelaskan vaksinasi COVID-19 adalah dilakukan secara injeksi intramuskular atau disuntikan. Maka hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa adalah boleh dan tidak membatalkan puasa, dengan catatan tidak menyebabkan bahaya.

“Vaksinasi COVID-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular (suntik) tidak membatalkan puasa. Hukum melakukan vaksinasi COVID-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar),” jelasnya.

Meski demikian, Niam merekomendasikan agar program vaksinasi COVID-19 dilaksanakan pada malam hari walaupun hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa tidak membatalkan. Alasannya, dikhawatirkan vaksinasi COVID-19 saat puasa berisiko membahayakan masyarakat karena kondisi fisik sedang lemah.

Hal yang sama dijelaskan oleh Ustaz Hilman Fauzi melansir CNNIndonesia, hukum vaksinasi COVID-19 saat puasa boleh dan tidak membatalkan dengan catatan dalam vaksin tersebut tidak mengandung vitamin dan makanan.

"Kita diperbolehkan melakukan suntikan saat berpuasa, asalkan suntikan tersebut tidak mengandung unsur vitamin atau makanan atau suatu zat yang dapat menambah energi. Sebab sama seperti makan dan minum lewat mulut. Dan hal itu membatalkan puasa," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.